-->

BATUBARA dan PEMANFAATANNYA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batubara digunakan untuk membuat kokas untuk keperluan industri besi dan baja, pengecoran, dan industri lainnya. Kokas digunakan terutama untuk melebur bijih besi dan bahan besi lainnya dalam blast furnace, bertindak baik sebagai sumber panas dan sebagai bahan kimia pereduksi, untuk memproduksi pig iron, atau logam panas. Kokas, bijih besi, dan batu kapur dimasukkan ke dalam blast furnace, yang bekerja secara terus menerus. Udara panas ditiupkan ke dalam tungku untuk membakar kokas, yang berfungsi sebagai sumber panas dan oksigen, sebagai zat pereduksi untuk  menghasilkan besi metalik. Kapur bertindak sebagai fluks dan juga menyatu dengan kotoran untuk membentuk terak.
Industri baja menggunakan kokas sebagai sumber panas untuk menghasilkan logam cor. Industri lainnya menggunakan kokas untuk peleburan batuan fosfat untuk menghasilkan unsure fosfor dan produksi kalsium karbida.
                Kokas dibuat dari campuran batubara bitumen pilihan (disebut batubara metalurgi atau batubara kokas) di oven khusus bersuhu tinggi tanpa kontak dengan udara sampai hampir semua zat volatil dikeluarkan. Produk yang dihasilkan, kokas, utamanya terdiri dari karbon. Satu short ton batubara menghasilkan sekitar 1.400 pound kokas dan berbagai produk sampingan seperti batubara, minyak ringan, dan amonia, yang disempurnakan untuk menghasilkan berbagai produk kimia. Sekitar 1.100 pound kokas dikonsumsi untuk setiap short ton pig iron yang dihasilkan.
1.2 Maksud dan Tujuan
            Dalam pemanfaatan batubara selain sebagai bahan pembangkit energi listrik,ternyata penggunaan batubara juga dapat dipakai  dalam peleburan baja dan besi,dimana Pengkokasan pada dasarnya adalah proses karbonisasi batubara, yaitu proses destruktif batubara melalui pemanasan tanpa udara yang menghasilkan kokas
1.3 Batasan Masalah
            Didalam karya ilmiah ini hanya membahas bagaimana cara pemanfaatan batubara(kokas) dalam peleburan baja dan besi sampai terbentuknya baja dan besi yang baru.
1.4. Pemecahan Masalah
            Kokas digunakan sebagai bahan bakar dan sebagai agen pereduksi dalam peleburan bijih besi dalam blast furnace. Kokas ini digunakan untuk mengurangi oksida besi (hematit) untuk mengumpulkan besi. Karena konstituen penghasil asap dibuang selama proses pembuatan kokas, kokas menjadi bahan bakar yang baik untuk kompor dan tungku yang tidak cocok untuk pembakaran batubara bitumen asli. Kokas dapat dibakar dengan sedikit atau tidak berasap saat pembakaran, sedangkan batubara bitumen akan menghasilkan banyak asap.
Ditemukan secara tidak sengaja, kokas memilik sifat perisai panas yang unggul bila dikombinasikan dengan bahan lain. Kokas merupakan salah satu bahan yang digunakan sebagai perisai panas pada program kendaraan luar angkasa NASA, Apollo. Dalam bentuk akhirnya, bahan ini disebut AVCOAT 5026-39. Bahan ini telah digunakan baru-baru ini sebagai perisai panas pada kendaraan Pathfinder Mars. Meskipun tidak digunakan untuk pesawat ulang-alik modern, NASA telah merencanakan untuk memanfaatkan kokas dan bahan lainnya untuk perisai panas pesawat ruang angkasa generasi berikutnya, bernama Orion, sebelum proyek itu dibatalkan.  
        


BAB II
DASAR TEORI
2.1 Defenisi Batubara
            Batu bara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Penimbunan lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut, material tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batu bara.
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batu Bara) – dikenal sebagai zaman batu bara pertama – yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut berubah menjadi lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu bara coklat)’ – Ini adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan.
Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batu bara ‘sub-bitumen’.Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau ‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
2.2. Defenisi Kokas
Kokas dibuat dari campuran batubara bitumen pilihan (disebut batubara metalurgi atau batubara kokas) di oven khusus bersuhu tinggi tanpa kontak dengan udara sampai hampir semua zat volatil dikeluarkan. Produk yang dihasilkan, kokas, utamanya terdiri dari karbon. Satu short ton batubara menghasilkan sekitar 1.400 pound kokas dan berbagai produk sampingan seperti batubara, minyak ringan, dan amonia, yang disempurnakan untuk menghasilkan berbagai produk kimia. Sekitar 1.100 pound kokas dikonsumsi untuk setiap short ton pig iron yang dihasilkan.
Industri kokas dulunya merupakan pasar utama batubara di Amerika Serikat, terhitung mencapai sekitar seperempat dari konsumsi batubara AS di akhir 1950-an. Sejak itu, produksi kokas jatuh secara dramatis dan pangsa total konsumsi batubara kokas saat ini berada di sekitar 4 persen karena penurunan permintaan industri besi dan baja AS, konsumen utama kokas. Secara umum, industri besi dan baja AS saat ini membutuhkan lebih sedikit kokas karena hanya menghasilkan sejumlah kecil baja mentah, karena mengandalkan impor baja jadi dan setengah jadi untuk memenuhi kebutuhannya, dan karena teknologi blast furnace telah semakin maju dan dapat mengurangi jumlah kokas yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu ton pig iron
Selain itu, kokas sudah semakin sedikit dibutuhkan karena adanya penggunaan teknologi tertentu yang secara luas digunakan dalam pembuatan baja, seperti tungku oksigen dasar, yang memungkinkan besi tua untuk menggantikan pig iron di beberapa proses; dan tungku listrik, yang menghasilkan baja dari bahan baku yang terdiri dari 99 persen besi dan baja daur ulang dan 1 persen pelet besi. Penggantian produk lainnya untuk baja (seperti plastik, aluminium, magnesium, dan titanium) juga secara tidak langsung mengurangi kebutuhan kokas.
Salah satu perkembangan teknologi terbaru yang bertanggung jawab untuk mengurangi penggunaan kokas di blast furnace adalah penggunaan injeksi bubuk batubara (PCI, pulverized coal injection), proses yang dikembangkan pada tahun 1960-an oleh Armco Baja. Dengan menggunakan injeksi bubuk batubara, perusahaan baja dapat mengurangi kebutuhan kokas sebanyak 40 persen, mengurangi masalah lingkungan yang terkait dengan produksi kokas, dan mengurangi kebutuhan yang lainnya, yaitu bahan bakar tambahan yang lebih mahal pada blast furnace, seperti gas alam. Bubuk batubara terbuat dari batubara dari tingkat yang lebih rendah dan relatif berlimpah, kemudian ditiupkan ke blast furnace. Batubara granular, ukurannya sama dengan gula, juga sedang diuji dalam blast furnace.
Industri besi dan baja di beberapa negara terbatas hanya untuk perlakuan (treatment) dan penyelesaian (finishing) baja, tanpa adanya produksi kokas atau pengoperasian blast furnace. Pabrik yang menggabungkan produksi kokas dan 7tahapan produksi besi serta treatment dan finishing baja dikenal sebagai pabrik baja terpadu.
Pada pembuatan kokas dan produksi gas coke-oven, dan minyak, kokas disaring setelah produksi dan serbuk kokas (coke breeze) digunakan untuk operasi fasilitas sinter. Kokas dimuat ke dalam blast furnace.
Besi merupakan salah satu unsur pokok alamiah dalam kerak bumi. Keberadaan besi dalam air tanah biasanya berhubungan dengan pelarutan batuan dan mineral terutama oksida, sulfida karbonat, dan silikat yang mengandung logam-logam tersebut (Poerwadio dan Masduqi, 2004)
2.3 Defenisi Besi
Besi (Fe) adalah logam berwarna putih keperakan, liat dan dapat dibentuk. Fe di dalam susunan unsur berkala termasuk logam golongan VIII, dengan berat atom 55,85 g.mol-1, nomor atom 26, berat jenis 7,86 g.cm-3 dan umumnya mempunyai valensi 2 dan 3 (selain 1, 4, 6). Besi (Fe) adalah logam yang dihasilkan dari bijih besi, dan jarang dijumpai dalam keadaan bebas, untuk mendapatkan unsur besi, campuran lain harus dipisahkan melalui penguraian kimia. Besi digunakan dalam proses produksi besi baja, yang bukan hanya unsur besi saja tetapi dalam bentuk alloy (campuran beberapa logam dan bukan logam, terutama karbon) (Arifin, 2010).
Kandungan Fe di bumi sekitar 6,22 %, di tanah sekitar 0,5 – 4,3%, di sungai sekitar 0,7 mg/l, di air tanah sekitar 0,1 – 10 mg/l, air laut sekitar 1 – 3 ppb, pada air minum tidak lebih dari 200 ppb. Pada air permukaan biasanya kandungan zat besi relatif rendah yakni jarang melebihi 1 mg/L sedangkan konsentrasi besi pada air tanah bervariasi mulai dan 0,01 mg/l sampai dengan + 25 mg/l. Di alam biasanya banyak terdapat di dalam bijih besi hematite, magnetite, taconite, limonite, goethite, siderite dan pyrite (FeS), sedangkan di dalam air umumnya dalam bentuk terlarut sebagai senyawa garam ferri (Fe3+) atau garam ferro (Fe2+); tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1 mm) atau lebih besar seperti, Fe(OH)3, dan tergabung dengan zat organik atau zat padat yang anorganik (seperti tanah liat dan partikel halus terdispersi). Senyawa ferro dalam air yang sering dijumpai adalah FeO, FeSO4, FeSO4.7 H2O, FeCO3, Fe(OH)2, FeCl2 sedangkan senyawa ferri yang sering dijumpai yaitu FePO4, Fe2O3, FeCl3, Fe(OH)3 (Arifin, 2010).
Pada air yang tidak mengandung oksigen O2, seperti air tanah, besi berada sebagai Fe2+ yang cukup dapat terlarut, sedangkan pada air sungai yang mengalir dan terjadi aerasi, Fe2+ teroksidasi menjadi Fe3+ yang sulit larut pada pH 6 sampai 8 (kelarutan hanya di bawah beberapa mg/l), bahkan dapat menjadi ferihidroksida Fe(OH)3, atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat padat dan bisa mengendap (Arifin, 2010).
Konsentrasi besi dalam air minum dibatasi maksimum 0,3 mg/l (sesuai Kepmenkes RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002), hal ini berdasarkan alasan masalah warna, rasa serta timbulnya kerak yang menempel pada sistem perpipaan. Manusia dan mahluk hidup lainnya dalam kadar tertentu memerlukan zat besi sebagai nutrient tetapi untuk kadar yang berlebihan perlu dihindari. Garam ferro misalnya (FeSO4) dengan konsentrasi 0,1 – 0,2 mg/L dapat menimbulkan rasa yang tidak enak pada air minum (Arifin, 2010).
Unsur besi mempunyai sifat-sifat yang sangat mirip dengan mangan sehingga pengaruhnya juga hampir sama meskipun beberapa hal berbeda terutama nilai ambang batas menurut Arifin (2010). Di dalam air minum besi (Fe) dapat berpengaruh seperti tersebut dibawah ini :
1. Menimbulkan penyumbatan pada pipa disebabkan:
a. Secara langsung oleh deposit (tubercule) yang disebabkan oleh endapan besi sedangkan secara tidak langsung, disebabkan oleh kumpulan bakteri besi yang hidup di dalam pipa, karena air yang mengandung besi, disukai oleh bakteri besi.
b. Selain itu kumpulan bakteri ini dapat meninggikan gaya gesek (losses) yang juga berakibat meningkatnya kebutuhan energi. Selain itu pula apabila bakteri tersebut mengalami degradasi dapat menyebabkan bau dan rasa tidak enak pada air.
2. Besi sendiri dalam konsentrasi yang lebih besar dan beberapa mg/l, akan memberikan suatu rasa pada air yang menggambarkan rasa logam, atau rasa obat.
3. Keberadaan besi juga dapat memberikan kenampakan keruh dan berwarna pada air dan meninggalkan noda pada pakaian yang dicuci dengan menggunakan air ini, oleh karena itu sangat tidak diharapkan pada industri kertas, pencelupan/textil dan pabrik minuman.
4. Meninggalkan noda pada bak-bak kamar mandi dan peralatan lainnya (noda kecoklatan disebabkan oleh besi dan kehitaman oleh mangan).
5. Endapan logam ini juga yang dapat memberikan masalah pada sistem penyediaan air secara individu (sumur).
6. Menyebabkan keluhan pada konsumen (seperti kasus “red water”) bila endapan besi yang terakumulasi di dalam pipa, tersuspensi kembali disebabkan oleh adanya kenaikan debit atau kenaikan tekanan di dalam pipa/sistem distribusi, sehingga akan terbawa ke konsumen.
7. Fe2+ juga menimbulkan corrosive yang disebabkan oleh bakteri golongan Crenothric dan Clonothrix
Besi adalah unsur yang paling mudah ditemukan di Bumi. 35% penyusun Bumi adalah besi dan sebagian besarnya bisa ditemukan di inti bumi. Besi yang ada dikerak bumi tidak pernah ditemukan dalam keadaan murni. Besi berikatan dengan senyawa lain dan membentuk bijih besi. Bila kita ingin mengekstraksi besi dari bijih besi harus dipanaskan dalam tungku sembur. Lambang kimia besi adalah Fe yang berasal dari kata Ferum, bahasa latin untuk besi. Senyawa besi disebut fero atau feri. Besi memiliki nomor atom 26 dan berat atom 55,85. Besi meleleh pada suhu 535 Derajat Celcius dan mendidih pada suhu 3000 Derajat Celcius. Besi menghantarkan listrik dan panas dengan cukup baik, tetapi kelarutannya dalam air sangat rendah. besi sangat mudah dijadikan elektromagnet. Besi bisa dengan mudah kehilangan sifat keelektromagnetisannya, sementara baja tidak.9=> Sinar Laser mampu memotong besi karbon dengan sangat mudah walaupun besi karbon adalah besi yang sangat kuat.

Gambar 2.1 Pemotongan Besi dengan Sinar Laser
*Besi bisa dengan mudah bergabung dengan oksigen untuk membentuk besi oksida dan akan makin cepat dengan adanya uap air. Inilah awal mulanya terjadi karat.
*Besi Cor adalah besi yang mengandung karbon sebanyak 2-4% dan silikon sebanyak 1-3%. Besi cor sangat cocok jika dicetak dalam cetakan pasir. Besi tempa mengandung besi dalam kadar yang hampir murni. Kandungan karbon dalam besi tempa dihilangkan sehingga lebih mudah dibentuk untuk pagar dan pegangan tangga.
*Besi diubah menjadi baja dengan cara menambahkan sedikit kandungan karbon sehingga bisa digunakan dalam pembuatan mobi, rel kereta api, pisau, dan lain -lain. Baja Aloi (alloy) dibuat dengan menambahkan sedikit kandungan logam lain, seperti tungsten (untuk membuat perkakas) dan kromium (untuk bantalan peluru).
Sebanyak 60% proses pembuatan baja dibuat melalui proses basic oxygen furnace. didalam proses ini oksigen ditiupkan ke besi baja cair untuk membakar semua kotoran yang tidak diinginka*Baja Alloy Khusus, seperti baja kromium, bisa dihasilkan dari besi bekas yang mengandung sedikit bahan - bahan pengotor dan dibuat didalam sebuah tungku busur listrik.
2.3.1 Fasiltias sinter
Fasilitas sinter mempersiapkan butiran halus bijih besi dan limbah dari blast furnace dan pengoperasian fasilitasnya sendiri yang didaur ulang sebelum dimuat ke dalam blast furnace. Sintering diperlukan karena sebagian besar bijih besi yang tersedia saat ini berukuran lebih kecil dari ukuran yang ideal untuk langsung digunakan dalamblast furnace. Dengan penambahan coke breeze dan panas, maka butiran halus tersebut akan terbakar dan membantu penggabungan lapisan butir-butir halus materi dasar sinter. Lapisan materi dasar sinter yang sudah tergabung ini kemudian dipecah menjadi potongan-potongan dan disaring untuk memilih ukuran yang dibutuhkan untuk mengisi blast furnace.

2.3.2 Blast furnace (tanur tinggi)
Blast furnace digunakan untuk pembuatan besi yang mayoritasnya dibuat menjadi baja. Input untuk blast furnaceadalah bijih besi oksida, fluks (batu kapur atau kapur) untuk membantu aliran logam yang melebur melalui lapisan kokas dan menghilangkan keasaman, serta kokas untuk memberikan panas dan struktur matriks terbuka yang akan menopang bijih besi dan fluksnya dan memungkinkan cairan besi mengalir ke dasar tanur.
Reaksi kimia yang penting dari proses ini adalah reduksi bijih besi (besi oksida) dengan karbon yang diperoleh dari kokas:

Fe2 O3 + 3 CO —> 2 Fe + 3 CO2
Gambar 2.2 Blast furnace (tanur tinggi)

Tidak semua karbon monoksida (CO) dikonversi ke karbon dioksida (CO2) dalam proses dan sisanya keluar dariblast furnace ke dalam gas blast-furnace. Adanya karbon monoksida dalam gas blast-furnace memberikan nilai panasnya. Suhu dari udara semburan yang memasuki blast furnace dapat setinggi 900°C dan menyediakan sebagian besar dari kebutuhan panasnya. Pembakaran tidak penuh (partial combustion) dari bahan bakar dalam tanur maupun, di mana terjadi, bahan bakar yang diinjeksi ke dalam semburan udara menyediakan sisa panas yang dibutuhkannya. Gas blast-furnace ini bersih dan mungkin diperkaya dengan gas coke-oven sebelum digunakan untuk memanaskan udara semburan dan untuk tujuan lain pada lokasi pembuatan. Pemanas udara semburan (cowpers) terpisah dari blas furnace (dan tidak ditampilkan pada gambar).
Bahan lainnya tidak diinjeksi ke dalam udara semburan pada setiap fasilitas blast furnace. Tujuan daripada injeksi adalah untuk menambah karbon pada proses sehingga mengurangi kebutuhan kokas. Kebanyakan, tetapi tidak semua, dari bahan-bahan yang dimasukkan dikenal sebagai bahan bakar. Bahan-bahan tersebut sebagian teroksidasi pada saat kontak dengan semburan udara panas, dan karbon monoksida yang dihasilkannya, bersama dengan yang berasal dari kokas, dialirkan ke pengisian untuk mengurangi oksida besi


BAB III
STUDI KASUS
3.1 Peleburan Besi
Dalam penggunaan batubara (kokas) adalah dalam proses peleburan besi adalah sebagai berikut: Sebagai bahan bakar untuk memproduksi energi panas supaya berlangsungnya reaksi kimia dalam proses peleburan.Sebagai agen pereduksi untuk penyedia gas carbon monoksida (CO) pada proses mereduksi biji besi (iron ore) menjadi besi murni (pig iron),Sebagai tempat tumpuan untuk proses pemisahan antara besi cair (hot metal) dengan abu cair (slag).
Kualitas kokas yang baik sebagai penyedia energi dalam bentuk panas dan penyedia gas karbon monoksida sebagai agen pereduksi biji besi dalam proses peleburan besi dengan menggunakan sistem teknologi tanur tinggi (blast furnace) sangat diminati oleh industri metalurgi.
Karena selama operasi tanur tinggi sering terjadi degradasi kokas atau penurunan kekuatan kokas yang dapat menimbulkan pecahan kokas dan terbentuk partikel-partikel kecil dari kokas itu sendiri. Fenomena ini dapat mengganggu baik pada proses aliran gas hasil pembakaran seperti CO2, CO, dan H2O dari bawah keatas dan juga dapat mengganggu proses pemisahan logam cair (hot metal) dengan abu cair (slag) dari atas kebawah. Peristiwa ini dapat berakibat mengganggunya operasional tanur tinggi secara keseluruhan. Beberapa degradasi kokas di dalam tanur tinggi sering terjadi pada daerah peleburan (cohesive zone) dan daerah tumpuan (deadman zone). Degradasi kokas juga terjadi di daerah landasan pacu (raceway zone) dalam tanur tinggi yang diakibatkan oleh interaksi antara abu cair (molten ash) dengan kokas.
Dari beberapa literatur dapat disimpulkan bahwa kualitas kokas sangat diperlukan untuk menghindari degradasi kokas selama operasional tanur tinggi (blast furnace). Berdasarkan dari referensi bahwa pembuatan kokas dari jenis batubara peringkat menengah (bituminous) telah dibuat dengan pemanasan pada temperatur 1100ºC tanpa menggunakan gas oksigen. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa kualitas kokas sangat besar dipengaruhi oleh peringkat batubara, komposisi batubara (kandungan dari maceral dan mineral) dan kemampuan perubahan menjadi getas selama pemanasan. Pembuatan kokas dengan menggunakan batubara peringkat rendah. Oleh karena itu, pada penelitian akan memfokuskan tentang teknologi pembuatan kokas dari batubara peringkat muda dengan kualitas tinggi sehingga dapat membantu menyelesaikan permasalahan degradasi kokas dalam proses peleburan besi dengan menggunakan teknologi blast furnace.

Gambar 3.1 Proses Pembentukan Besi
3.2 Proses Pembentukan Besi
Besi diekstraksi dari bijih besi yang mengandung senyawa besi seperti hematite (Fe2O3), limonit (2Fe2O3 3H2O), magnetit (Fe3O4), dan siderit (FeCO3). Proses ekstraksi dilakukan dalam tungku yang disebut tanur tiup (blast furnace) dengan menggunakan metode reduksi. Simak proses ekstraksinya berikut ini. Berikut tahapan ekstraksi Fe dari bijih besi:
·         Bijih besi, batu kapur (CaCO3), dan kokas (C) dimasukkan dari bagian atas tanur.
·         Kemudian, udara panas ditiupkan ke bagian bawah tungku agar C bereaksi dengan OZ membentuk
·         CO2.
C(s) +O2(S)           CO2(S)
Gas CO2 yang terbentuk selanjutnya akan bergerak ke atas dar lebih lanjut dengan C untuk membentuk CO. Reaksi ini bersifi endotermik, sehingga terjadi sedikit penurunan suhu proses.
CO2(g) + C(s)          2CO(S)
Produk reaksi yakni gas CO kemudian bergerak naik dan mulai  mereduksi senyawa-senyawa besi pada bijih besi.
3Fe2O3(5) + CO(g)            4 2Fe3O4(s) + CO2(g)
Fe3O4(s) + CO(g)               3FeO(6) + CO2(g)
FeO(s) + CO(g)                   Fe(s) + CO2(g)
Reaksi keseluruhannya dapat ditulis sebagai berikut:
Fe2O3(s) + 3CO(s)               2Fe(l) + 3CO2(g)
Fe yang terbentuk akan mengalir dan berkumpul di bawah. Karena suhu di bawah tinggi sekitar 2 000°C, Fe akan berada dalam bentuk lelehannya.
·         Sementara itu, CaCO3 dalam tanur akan terurai menjadi CaO.
CaCO3(s)  CaO(s) + CO2(g)
·         CaO yang terbentuk akan bereaksi dengan pengotor yang bersifat asam yang ada dalam bijih besi, seperti pasir silika. Reaksi ini menghasilkan senyawa dengan titik didih rendah yang disebut terak (slag).
CaO(S) + SiO2(s)                CaSiO3(l)
·         Lelehan terak kemudian akan mengalir ke bagian bawah tanur. Karena kerapatan lelehan terak yang lebih rendah dibandingkan lelehan besi, maka lelehan terak berada di atas lelehan besi sehingga keduanya dapat dikeluarkan secara terpisah. (Secara tidak langsung, lelehan terak ini melindungi lelehan besi dari teroksidasi kembali)
Besi yang terbentuk di dalam tanur tiup masih mengandung pengotor dan bersifat cukup rapuh. Besi ini disebut juga besi gubal (pig iron). Besi gubal mengandung sekitar 3 – 4% C, 2% Si, dan sejumlah pengotor lain seperti P dan S. Besi gubal dapat dicetak langsung menjadi besi tuang (cast iron) atau diproses lebih lanjut menjadi baja, tergantung dari aplikasinya

3.3 Proses Pembentukan Baja
Gambar 3.2 Proses Pembentukan Baja
Pembuatan Tahapan proses adalah sebagai berikut.
-Sekitar 70% lelehan besi gubal dari tanur tiup dan 30% besi/baja bekas dimasukkan ke dalam tungku, bersama dengan batu kapur (CaCO3).
- Selanjutnya, O2 murni dilewatkan melalui campuran lelehan logam. O2 akan bereaksi dengan karbon (C) di dalam besi dan juga zat pengotor lainnya seperti Si dan P, dan membentuk senyawa-senyawa oksida. Senyawa-senyawa oksida ini kemudian direaksikan dengan CaO, yang berasal dari peruraian batu kapur (CaCO3), membentuk terak, seperti CaSiO3 dan Ca3(PO4)2.
Kandungan C pada baja yang dihasilkan bervariasi dari ~0,2% sampai 1,5%.
BAB IV
KESIMPULAN
            Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa batubara dapat dimanfaatkan;
1.      Sebagai bahan bakar untuk memproduksi energi panas supaya berlangsungnya reaksi kimia dalam proses peleburan.Sebagai agen pereduksi untuk penyedia gas carbon monoksida (CO) pada proses mereduksi biji besi (iron ore) menjadi besi murni (pig iron), Sebagai tempat tumpuan untuk proses pemisahan antara besi cair (hot metal) dengan abu cair (slag).
2.      Kualitas kokas yang baik sebagai penyedia energi dalam bentuk panas dan penyedia gas karbon monoksida sebagai agen pereduksi biji besi dalam proses peleburan besi dengan menggunakan sistem teknologi tanur tinggi (blast furnace) sangat diminati oleh industri metalurgi.
3.    Proses pembuatan baja dengan cara Open-Hearth ini meliputi 3 periode yaitu:
a. Periode memasukkan dan mencairkan bahan isian.
b. Periode mendidihkan cairan logam isian.
c. Periode membersihkan/memurnikan (refining) dan deoksidasi
d. Bahan bakar yang dipakai adalah: campuran blast furnace gas dan cokes oven gas.
DAFTAR PUSTAKA

1 Komentar untuk "BATUBARA dan PEMANFAATANNYA"

  1. The Most Popular Betting Games - Dr.MCD
    Bet365. 김포 출장마사지 Bet365. 888Sport. 991.9. bet365 is the 남양주 출장마사지 most 동해 출장샵 famous online betting company in the world. 경상남도 출장마사지 Their 이천 출장샵 sportsbook is one of the most popular

    BalasHapus

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel