EKSPLORASI BIJIH
PENDAHULUAN
Teknologi
eksplorasi sumber daya alam terus dikembangkan seiring dengan meningkatnya
kebutuhan manusia akan sumber daya alam tersebut. Metoda geofisika merupakan
metoda yang cukup ampuh untuk memetakan sumber daya alam tersebut di bawah
permukaan bumi. Beberapa metoda geofisika yang telah banyak digunakan untuk
ekplorasi sumber daya alam misalnya, seismik, gayaberat, geolistrik dan
magnetik. Makalah ini akan membahas tentang kemampuan metoda magnetik untuk
memetakan dan menghitung potensi bijih besi dibawah permukaan. Daerah
penelitian adalah di kawasan Gunung Peben pulau Belitung, yang sebelumnya
dikenal sebagai penghasil bijih timah. Daerah ini merupakan bagian dari gugus
zona vulkanik-plutonik yaitu intrusi granit berumur Trias-Kapur yang mengandung
mineral magnetik. Zona ini terbentang dari bagian Tenggara Benua Asia
(Thailand) kemudian menerus ke Semenanjung Malayasia dan berakhir di kepulauan Bangka- Belitung.
Dalam skala regional Asia Tenggara, penyebaran granit ditunjukan oleh paralel belt, seperti diperlihatkan pada Gambar 1a. Bagian pertama adalah granit di bagian Tenggara Indo-China dan Semenanjung M alayasia yang berumur Kapur Awal dan mengandung granit tipe “S”. Daerah ini termasuk ke dalam granit utama berumur Trias dan penyebarannya di Selatan Malayasia. Bagian Kedua adalah granit di bagian timur busur vulkanik-plutonik yang berumur Perm-Trias serta mengandung granit tipe “I” (Pitfield, 1987) seperti terlihat pada Gambar 1b.
Dalam skala regional Asia Tenggara, penyebaran granit ditunjukan oleh paralel belt, seperti diperlihatkan pada Gambar 1a. Bagian pertama adalah granit di bagian Tenggara Indo-China dan Semenanjung M alayasia yang berumur Kapur Awal dan mengandung granit tipe “S”. Daerah ini termasuk ke dalam granit utama berumur Trias dan penyebarannya di Selatan Malayasia. Bagian Kedua adalah granit di bagian timur busur vulkanik-plutonik yang berumur Perm-Trias serta mengandung granit tipe “I” (Pitfield, 1987) seperti terlihat pada Gambar 1b.
Gambar
1
a. Penyebaran batuan di Paparan Sunda bagian Tenggara (Katili, 1973).
b. Pembagian granit berdasarkan umur (Cobbing et.al. 1986; 1992).
b. Pembagian granit berdasarkan umur (Cobbing et.al. 1986; 1992).
Batuan granit
daerah penelitian dikelompokan ke dalam granit Tanjungpandan termasuk ke dalam
granit tipe “S” (Pitfield, 1987), yang mengandung greisen yang kaya mineral
kasiterit primer. Granit tipe ini terbentuk dari metamorposis kontak dengan
larutan magma sisa yang menerobos kepermukaan. Granit yang menjadi sasaran
penelitian ini adalah granit yang termineralisasi dengan kandungan mineral
magnetit (Fe3O4), yang diperkirakan mengandung bijih besi 0.9 %. Selain itu
mineral hematit (Fe2O3) dan limonit (2Fe2O3.3H2O). Mineral ini merupakan mineral
pembawa bijih besi, berasal dari metamorfik kontak yang mengalami oksidasi dan
tersebar disekitar Tanjungpandan, Simpangampat, Bukutumbang dan sekitarnya
(Gambar 2). Dan mineral yang tidak mengalami mineralisasi berkedudukan sebagai
wallrock (batuan induk) pada lokasi penelitian.
2.BATASAN MASALAH
Adapun
batasan masalah yang saya jabarkan di dalam mengeksplorasi bijih besi ( IRON
ORE ) adalah dengan menggunakan metode
magnetik.
BAB II
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan: studi pustaka, pemodelan sintetis, akuisisi data, pengolahan data dan interpretasi. Studi pustaka meliputi studi geologi daeah penelitian baik secara regional maupun lokal.
2.1 Pemodelan sintetik
Pemodelan sintetik dilakukan untuk mengestimasi respon anomali magnetik di daerah penelitian dengan mengadopsi besaran-besaran yang diketahui dari studi pustaka. Respon anomali benda magnetik perlu dimodelkan karena respon anomali ini tidak hanya bergantung pada batuan bawah permukaan saja tetapi sangat dipengaruhi oleh deklinasi dan inklinasi suatu daerah.
Gambar
2.Lembar Peta Geologi daerah Belitung dan sekitarnya (Baharuddin, dkk. 1995).
Pemodelan sintetik
dibuat dalam model 2D dan 3D. Pemodelan dilakukan dengan pendekatan bentuk bodi
berdasarkan Parasnis (1986), yaitu berbentuk thin-sheet (tipis) dan tick-sheet
(tebal). Sdapun perhitungan anomali menggunakan software Mag2D dan
UBC-Geophysical Inversion Facility (UBC-GIF) version 20030915. Input dari moleh
ini adalah: deklinasi (D), inklinasi (I), intensitas magnetik, kedalaman
(depth), sedangkan suseptibilitas (k), dan dip (kemiringan). Dari pemodelan
sintetik ini dapat dilihat bahwa respon anomali sangat dipengaruhi oleh :
a) Inklinasi; amplitudo respon dengan inklinasi 00 cenderung negatif, inklinasi 450 cenderung simetris, dan inklinasi 900 cenderung positif.
b) Dip (kemiringan) benda mempengaruhi amplitudo secara signifikan demikian juga pengaruh kedalaman. Semakin dalam suatu benda maka akan memiliki amplitude yang makin kecil.
c) Suseptibilitas sangat mempengaruhi amplitudo, tetap tidak mempengaruhi muka dan bentuk gelombang induksi magnetik.
a) Inklinasi; amplitudo respon dengan inklinasi 00 cenderung negatif, inklinasi 450 cenderung simetris, dan inklinasi 900 cenderung positif.
b) Dip (kemiringan) benda mempengaruhi amplitudo secara signifikan demikian juga pengaruh kedalaman. Semakin dalam suatu benda maka akan memiliki amplitude yang makin kecil.
c) Suseptibilitas sangat mempengaruhi amplitudo, tetap tidak mempengaruhi muka dan bentuk gelombang induksi magnetik.
2.2 Akuisisi Data, Pengolahan dan Interpretasi
Rangkaian kegiatan penelitian digambarkan seperti pada Gambar 3 di bawah ini. Akuisisi menggunakan 2 magnetometer, satu untuk mengukur medan tottalmagnetik disetiap statsiun pengukuran di lapangan, dan satu lagi digunakan untuk membaca variasi harian medan total magnet di base statsion. Medan magnetik observasi (Tobs) diukur pada setiap statsion yang tersebar diarea penelitian. Medan magnet IGRF adalah nilai referensi medan magnet di suatu tempat, merupakan nilai kuat medan magnetik ideal di suatu tempat di permukaan bumi tanpa adanya pengaruh anomali magnetik batuan. Variasi medan magnet harian disebut koreksi harian (TVH) diukur di base statsion. Jadi anomali magnetik di suatu tempat adalah :
ΔT = T
obs – T IGRF ± T VH ……………………………………………………………………. (1)
Gambar 3. Diagram Alir
penelitian
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah medan
magnetik observasi (Gambarr 4a) dikoreksi variasi harian dan koreksi IGRF,
medan magnetik terkoreksi digambarkan pada Gambar 4b. Dari interpretasi
kualitatif dari peta tersebut mperlihatkan anomali magnet besar (”high
intensity”) bernilai positif (+) dan anomali magnet kecil (low intensity)
bernilai negatif (-). Batuan granit yang mengandung bijih besi (iron ore)
berasosiasi dengan anomaly magnet besar (+).
Gambar
4 a) Peta anomali magnetik sebelum di koreksi, danb) peta anomali magnetik
setelah dikoreksi.
Dari peta surface 3D
(Gambar 5a dan 5b) memperlihatkan bentuk tubuh dari ’iron ore’ yang dapat
teridentifikasi, masing-masing ditandai dengan tubuh A, B, C dan D. Dari survey
geologi pada daerah tersebut menunjukan bodi ’iron ore’ menerobos
(meng-intrusi) ke permukaan hingga elevasi 20 m sampai 40 m.
Gambar
5 a) peta anomali magnetik 3D, b) Peta relief tubuh iron ore masing-masing
tubuh A,
B, C dan D
Gambaran
intrusi ditunjukan pula oleh hasil ’inversi 3D’ seperti paga Gambar 6a dan 6b.
Masing-masing menunjukan penyebaran suseptibilias batuan pada kedalaman 13 m
dan 19 m.
Gambar
6.a) Peta suseptibitas hasil inversi 3D pada kedalaman 13 m, dan b) pada
kedalaman 19 m
Interpretasi
kuantitatif dilakukan untuk menggambarkan bentuk tubuh ’iron ore’ di bawah
permukaan berdasarkan anomali magnetik dan geologi. Interpretasi dilakukan
dengan pemodelan ke depan (forward modeling) secara 2D dan 3D. Input
parameternya adalah inklinasi dan deklinasi daerah tersebut, masing-masing
-23.740 dan 0.770, dimana menurut hasil pemodelan sintetik kedua besaran ini
dominan. Contoh penampang anomali magnetik dan bentuk tubuh ’iron ore’ bawah
permukaan ditunjukan pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Gambar 7. Penampang
lintasan A-B (Baratlaut-Tenggara) dan tubuh ’iron ore’ hasil forward modeling
masing-masing dengan (1) k = 0.5, (2) k = 0.5, (3) k = 0.55 dan (4) k = 0.6
Gambar 8. Penampang
lintasan C-D (Baratdaya-Timurlaut) dan tubuh ’iron ore’ hasil forward modeling
masing-masing dengan (1) k = 0.4, (2) k = 0.4, (3) k = 0.4, (4) k = 0.4 (5) k =
0.4, (6) k = 0.4, (7) k = 0.45, (8) k = 0.5 dan (9) k = 0.45
Gambaran kuantitatif
lain ditunjukan pada Gambar 9. Memperlihatkan model geologi bawah permukaan
yang di interpretasi dari data magnetik, litologi dan sampel batuan yang
menerobos (meng-intrusi) ke permukaan.
Gambar 9. Model Geologi
berdasarkan lembar Peta Pulau Beltung, (a) perkiraan zona-zona intrusi dari
peta anomali magnetik, (b) Penampang geologi arah Baratdaya-Timurlaut, (c)
Penampang geologi arah Baratlaut-Tenggara.
Berdasarkan penampang
pada lintasan A-B dengan arah Baratdaya-Timurlaut dan lintasan C-D dengan arah
Baratlaut-Tenggara memberikan gambaran tubuh ’granit’ berbentuk dike menerobos
sampai elevasi antara 20 m – 40 m.
Gambar 10. Skema luasan
area untuk menghitung volume tubuh bijih besi.
Adapun estimasi volume
batuan granit yang mengandung ’iron ore’ ditunjukan oleh Gambar 10. Berikut ini
adalah volume batuan granit berdasarkan perkiraan :
• Under pesimis : tubuh
bijih besi hanya terdapat pada lokasi A saja. Dengan asumsi tubuh besi muncul
dipermukaan 20 m dan luasan permukaan 50 x 150 m, maka volume A = (20 m) x (50
m x 150 m) = 150.000 m3. Dengan densitas batuan beku 3850 kg/m3, maka berat
totalnya 577.500 ton.
• Pesimis : dengan
asumsi bijih besi sampai kedalaman 20 m, maka lokasi B, C dan D diperkirakan
memiliki volume masing-masing 146.000 m3, 42.500 m3 dan 39.000 m3 serta volume
A 150.000 m3, maka volume total 377.500 m3 atau sekitar 1.433.375 ton.
• Optimis : dengan asumsi bijih besi bisa ditambang sampai kedalaman 40 m, maka volume A, B, C dan D msing-masing 300.000 m3, 293.000 m3, 85.000 m3, dan 78.000 m3. dengan demikian volume totalnya 756.000 m3 atau setara dengan berat 2.910.006 ton.
• Optimis : dengan asumsi bijih besi bisa ditambang sampai kedalaman 40 m, maka volume A, B, C dan D msing-masing 300.000 m3, 293.000 m3, 85.000 m3, dan 78.000 m3. dengan demikian volume totalnya 756.000 m3 atau setara dengan berat 2.910.006 ton.
3.1. Mineral dan Bijih
Proses dan
aktivitas geologi bisa menimbulkan terbentuknya batuan dan jebakan mineral.
Yang dimaksud dengan jebakan mineral adalah endapan bahan-bahan atau material
baik berupa mineral maupun kumpulan mineral (batuan) yang mempunyai arti
ekonomis (berguna dan mengguntungkan bagi kepentingan umat manusia).
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kemungkinan pengusahaan jebakan dalam arti ekonomis adalah :
1. Bentuk Jebakan
2. Besar dan volume
cadangan
3. Kadar
4. Lokasi geografis
5. Biaya Pengolahannya
Dari distribusi
unsur-unsur logam dan jenis-jenis mineral yang terdapat didalam kulit bumi
menunjukkan bahwa hanya beberapa unsure logam dan mineral saja yang mempunyai
prosentasi relative besar, karena pengaruh proses dan aktivitas geologi yang
berlangsung cukup lama, prosentase unsur – unsur dan mineral-mineral tersebut
dapat bertambah banyak pada bagian tertentu karena Proses Pengayaan, bahkan
pada suatu waktu dapat terbentuk endapan mineral yang mempunyai nilai ekonomis:
Proses pengayaan ini
dapat disebabkan oleh :
1. Proses Pelapukan dan
transportasi
2. Proses ubahan karena
pengaruh larutan sisa magma
Proses pengayaan
tersebut dapat terjadi pada kondisi geologi dan persyaratan tertentu.
Kadar minimum
logam yang mempunyai arti ekonomis nilainya jauh lebih besar daripada kadar
rata-rata dalam kulit bumi. Faktor perkalian yang bisa memperbesar kadar
mineral yang kecil sehingga bisa menghasilkan kadar minimum ekonomis yang
disebut faktor pengayaan (” Enrichment Factor” atau ”Concentration Factor”).
Dari sejumlah unsur
atau mineral yang terdapat didalam kulit bumi, ternyata hanya beberapa unsur
atau mineral saja yang berbentuk unsur atau elemen tunggal (”native element”).
Sebagian besar merupakan persenyawaan unsur-unsur daaan membentuk mineral atau
asosiasi mineral.
Mineral yang
mengandung satu jenis logam atau beberapa asosiasi logam disebut mineral logam
(Metallic mineral). Apabila kandungan logamnya trelatif besar dan terikat
secara kimia dengan unsur lain maka mineral tersebut disebut Mineral Bijih (ore
mineral). Yang disebut bijih/ore adalah material/batuan yang terdiri dari
gabungan mineral bijih dengan komponen lain (mineral non logam) yang dapat
diambil satu atau lebih logam secara ekonomis. Apabila bijih yang diambil hanya
satu jenis logam saja maka disebut single ore. Apabila yang bisa diambil lebih
dari satu jenis bijih maka disebut complex-ore.
Mineral non
logam yang dikandung oleh suatu bijih pada umumnya tidak menguntungkan bahkan
biasanya hanya mengotori saja, sehingga sering dibuang. Kadang-kadang apabila
terdapatkan dalam jumlah yang cukup banyak bisa dimanfaatkan sebagai hasil
sampingan (”by-product’), misalnya mineral kuarsa, fluorit, garnet dan
lain-lain. Mineral non logam tersebut disebut ”gangue mineral” apabila terdapat
bersama-sama mineral logam didalam suatu batuan. Apabila terdapat didalam
endapan non logam yang ekonomis, disebut sebagai ’waste mineral”.
Yang termasuk
golongan endapan mineral non logam adalah material-material berupa padat,
cairan atau gas. Material-material tersebut bisa berbentuk mineral, batuan,
persenyawaan hidrokarbon atau berupa endapan garam. Contoh endapan ini adalah
mika, batuan granit, batubara, minyak dan gas bumi, halit dan lain-lain.
Kadar
(prosentase) rata-rata minimum ekonomis suatu logam didalam bijih disebut ”cut
off grade”. Kandungan logam yang terpadat didalam suatu bijih disebut ”tenor
off ore”. Karena kemajuan teknologi, khususnya didalam cara-cara pemisahan
logam, sering menyebabkan mineral atau batuan yang pada mulanya tidak bernilai
ekonomis bisa menjadi mineral bijih atau bijih yang ekonomis.
Jenis logam
tertentu tidak selalu terdapat didalam satu macam mineral saja, tetapi juga
terdapat pada lebih dari satu macam mineral. Misalnya logam Cu bisa terdapat
pada mineral kalkosit, bornit atau krisokola. Sebaliknya satu jenis mineral
tertentu sering dapat mengandung lebih dari satu jenis logam. Misalnya mineral
Pentlandit mengandung logam nikel dan besi. Mineral wolframit mengandung
unsur-unsur logam Ti, Mn dan Fe. Keadaan tersebut disebabkan karena logam-logam
tertentu sering terdapat bersama-sama pada jenis batuan tertentu dengan
asosiasi mineral tertentu pula, hal itu erat hubungannya dengan proses kejadian
(genesa) mineral bijih.
Besi merupakan
logam kedua yang paling banyak di bumi ini. Karakter dari endapan besi ini bisa
berupa endapan logam yang berdiri sendiri namun seringkali ditemukan
berasosiasi dengan mineral logam lainnya. Kadang besi terdapat sebagai
kandungan logam tanah (residual), namun jarang yang memiliki nilai ekonomis
tinggi. Endapan besi yang ekonomis umumnya berupa Magnetite, Hematite,
Limonite danSiderite. Kadang kala dapat berupa
mineral: Pyrite, Pyrhotite, Marcasite, dan Chamosite.
Beberapa jenis genesa
dan endapan yang memungkinkan endapan besi bernilai ekonomis antara lain :
1. Magmatik: Magnetite
dan Titaniferous Magnetite
2. Metasomatik kontak:
Magnetite dan Specularite
3. Pergantian/replacement:
Magnetite dan Hematite
4. Sedimentasi/placer:
Hematite, Limonite, dan Siderite
5. Konsentrasi mekanik
dan residual: Hematite, Magnetite dan Limonite
6. Oksidasi: Limonite
dan Hematite
7. Letusan Gunung Api
Dari
mineral-mineral bijih besi, magnetit adalah mineral dengan kandungan Fe paling
tinggi, tetapi terdapat dalam jumlah kecil. Sementara hematit merupakan mineral
bijih utama yang dibutuhkan dalam industri besi. Mineral-mineral pembawa besi
dengan nilai ekonomis dengan susunan kimia, kandungan Fe dan klasifikasi
komersil dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:
3.2.Tabel mineral-mineral
bijih besi bernilai ekonomis
Mineral
|
Susunan kimia
|
Kandungan Fe (%)
|
Klasifikasi komersil
|
Magnetit
|
FeO, Fe2O3
|
72,4
|
Magnetik atau bijih
hitam
|
Hematit
|
Fe2O3
|
70,0
|
Bijih merah
|
Limonit
|
Fe2O3.nH2O
|
59 - 63
|
Bijih coklat
|
Siderit
|
FeCO3
|
48,2
|
Spathic, black band,
clay ironstone
|
Sumber : Iron &
Ferroalloy Metals in (ed) M. L. Jensen & A. M. Bafeman, 1981; Economic
Mineral Deposits, P. 392.
Besi merupakan
komponen kerak bumi yang persentasenya sekitar 5%. Besi atau ferrum tergolong
unsur logam dengan symbol Fe. Bentuk murninya berwarna gelap, abu-abu keperakan
dengan kilap logam. Logam ini sangat mudah bereaksi dan mudah teroksidasi
membentuk karat. Sifat magnetism besi sangat kuat, dan sifat dalamnya malleable
atau dapat ditempa. Tingkat kekerasan 4-5 dengan berat jenis 7,3-7,8.Besi
oksida pada tanah dan batuan menunjukkan warna merah, jingga, hingga
kekuningan. Besi bersama dengan nikel merupakan alloy pada inti bumi/ inner
core. Bijih besi utama terdiri dari hematit (Fe2O3). dan magnetit (Fe3O4).
Deposit hematit dalam lingkungan sedimentasi seringkali berupa formasi banded
iron (BIFs) yang merupakan variasi lapisan chert, kuarsa, hematit, dan
magnetit. Proses pembentukan dari presipitasi unsur besi dari laut dangkal.
Taconite adalah bijih besi silika yang merupakan deposit bijih tingkat rendah.
Terdapat dan ditambang di United States, Kanada, dan China. Bentuk native
jarang dijumpai, dan biasanya terdapat pada proses ekstraterestrial, yaitu
meteorit yang menabrak kulit bumi. Semua besi yang terdapat di alam sebenarnya
merupakan alloy besi dan nikel yang bersenyawa dalam rasio persentase tertentu,
dari 6% nikel hingga 75% nikel. Unsur ini berasosiasi dengan olivine dan
piroksen. Penggunaan logam besi dapat dikatakan merupakan logam utama. Dalam
kehidupan seharti-hari, besi dimanfaatkan untuk: Bahan pembuatan baja Alloy
dengan logam lain seperti tungsten, mangan, nikel, vanadium, dan kromium untuk
menguatkan atau mengeraskan campuran. Keperluan metalurgi dan magnet Katalis
dalam kegiatan industri Besi radiokatif (iron 59) digunakan di bidang medis,
biokimia, dan metalurgi. Pewarna, plastik, tinta, kosmetik, dan sebagainya
a.Besi primer
Proses
terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan adanya
peristiwa tektonik pra-mineralisasi. Akibat peristiwa tektonik, terbentuklah
struktur sesar, struktur sesar ini merupakan zona lemah yang memungkinkan
terjadinya magmatisme, yaitu intrusi magma menerobos batuan tua. Akibat adanya
kontak magmatik ini, terjadilah proses rekristalisasi, alterasi, mineralisasi,
dan penggantian (replacement) pada bagian kontak magma dengan batuan
yang diterobosnya.
Perubahan ini
disebabkan karena adanya panas dan bahan cair (fluida) yang berasal dari
aktivitas magma tersebut. Proses penerobosan magma pada zona lemah ini hingga
membeku umumnya disertai dengan kontak metamorfosa. Kontak metamorfosa juga
melibatkan batuan samping sehingga menimbulkan bahan cair (fluida)
seperti cairan magmatik dan metamorfik yang banyak mengandung bijih.
b.Besi Sekunder
(Endapan Placer)
Pembentukan
endapan pasir besi memiliki perbedaan genesa dibandingkan dengan mineralisasi
logam lainnya yang umum terdapat. Pembentukan pasir besi adalah merupakan
produk dari proses kimia dan fisika dari batuan berkomposisi menengah hingga
basa atau dari batuan bersifat andesitik hingga basaltik. Proses ini dapat
dikatakan merupakan gabungan dari proses kimia dan fisika.Di daerah pantai
selatan Kabupaten Ende, endapan pasir pantai di perkirakan berasal dari
akumulasi hasil desintegrasi kimia dan fisika seperti adanya pelarutan,
penghancuran batuan oleh arus air, pencucian secara berulang-ulang,
transportasi dan pengendapan.
Cebakan mineral alochton
dibentuk oleh kumpulan mineral berat melalui proses sedimentasi, secara alamiah
terpisah karena gravitasi dan dibantu pergerakan media cair, padat dan
gas/udara. Kerapatan konsentrasi mineral-mineral berat tersebut tergantung
kepada tingkat kebebasannya dari sumber, berat jenis, ketahanan kimiawi hingga
lamanya pelapukan dan mekanisma. Dengan nilai ekonomi yang dimilikinya para
ahli geologi menyebut endapan alochton tersebut sebagai cebakan placer.
Jenis cebakan
ini telah terbentuk dalam semua waktu geologi, tetapi kebanyakan pada umur
Tersier dan masa kini, sebagian besar merupakan cadangan berukuran kecil dan
sering terkumpul dalam waktu singkat karena tererosi. Kebanyakan cebakan
berkadar rendah tetapi dapat ditambang karena berupa partikel bebas, mudah
dikerjakan dengan tanpa penghancuran; dimana pemisahannya dapat menggunakan
alat semi-mobile dan relatif murah. Penambangannya biasanya dengan cara
pengerukan, yang merupakan metoda penambangan termurah.
3.3.Cebakan-cebakan placer
berdasarkan genesanya:
G e n e s a
|
J e n i s
|
Terakumulasi in
situ selama pelapukan
|
Placer residual
|
Terkonsentrasi dalam
media padat yang bergerak
|
Placer eluvial
|
Terkonsentrasi dalam
media cair yang bergerak (air)
|
Placer aluvial atau
sungai·
Placer pantai·
|
Terkonsentrasi dalam
media gas/udara yang bergerak
|
Placer Aeolian
(jarang)
|
Placer
residual. Partikel mineral/bijih
pembentuk cebakan terakumulasi langsung di atas batuan sumbernya (contoh : urat
mengandung emas atau kasiterit) yang telah mengalami pengrusakan/peng-hancuran
kimiawi dan terpisah dari bahan-bahan batuan yang lebih ringan. Jenis cebakan
ini hanya terbentuk pada permukaan tanah yang hampir rata, dimana didalamnya
dapat juga ditemukan mineral-mineral ringan yang tahan reaksi kimia (misal :
beryl).
Placer
eluvial.
Partikel mineral/bijih pembentuk jenis cebakan ini diendapkan di atas lereng
bukit suatu batuan sumber. Di beberapa daerah ditemukan placer eluvial dengan
bahan-bahan pembentuknya yang bernilai ekonomis terakumulasi pada
kantong-kantong (pockets) permukaan batuan dasar.
Placer
sungai
atau aluvial.
Jenis ini paling penting terutama yang berkaitan dengan bijih emas yang umumnya
berasosiasi dengan bijih besi, dimana konfigurasi lapisan dan berat jenis
partikel mineral/bijih menjadi faktor-faktor penting dalam pembentukannya.
Telah dikenal bahwa fraksi mineral berat dalam cebakan ini berukuran lebih
kecil daripada fraksi mineral ringan, sehubungan : Pertama, mineral berat pada
batuan sumber (beku dan malihan) terbentuk dalam ukuran lebih kecil daripada
mineral utama pembentuk batuan. Kedua, pemilahan dan susunan endapan sedimen dikendalikan
oleh berat jenis dan ukuran partikel (rasio hidraulik).
Placer
pantai.
Cebakan ini terbentuk sepanjang garis pantai oleh pemusatan gelombang dan arus
air laut di sepanjang pantai. Gelombang melemparkan partikel-partikel pembentuk
cebakan ke pantai dimana air yang kembali membawa bahan-bahan ringan untuk
dipisahkan dari mineral berat. Bertambah besar dan berat partikel akan
diendapkan/terkonsentrasi di pantai, kemudian terakumulasi sebagai batas yang
jelas dan membentuk lapisan. Perlapisan menunjukkan urutan terbalik dari ukuran
dan berat partikel, dimana lapisan dasar berukuran halus dan/ atau kaya akan
mineral berat dan ke bagian atas berangsur menjadi lebih kasar dan/atau sedikit
mengandung mineral berat.
Placer pantai (beach placer)
terjadi pada kondisi topografi berbeda yang disebabkan oleh perubahan muka air
laut, dimana zona optimum pemisahan mineral berat berada pada zona pasang-surut
dari suatu pantai terbuka. Konsentrasi partikel mineral/bijih juga dimungkinkan
pada terrace hasil bentukan gelombang laut. Mineral-mineral terpenting
yang dikandung jenis cebakan ini adalah : magnetit, ilmenit, emas, kasiterit,
intan, monazit, rutil, xenotim dan zirkon.
Mineral ikutan
dalam endapan placer. Suatu
cebakan pasir besi selain mengandung mineral-mineral bijih besi utama tersebut
dimungkinkan berasosiasi dengan mineral-mineral mengandung Fe lainnya
diantaranya : pirit (FeS2), markasit (FeS), pirhotit (Fe1-xS),
chamosit [Fe2Al2 SiO5(OH)4],
ilmenit (FeTiO3), wolframit [(Fe,Mn)WO4], kromit (FeCr2O4);
atau juga mineral-mineral non-Fe yang dapat memberikan nilai tambah seperti :
rutil (TiO2), kasiterit (SnO2), monasit [Ce,La,Nd, Th(PO4,
SiO4)], intan, emas (Au), platinum (Pt), xenotim (YPO4),
zirkon (ZrSiO4) dan lain-lain.
c.Endapan besi laterit
Nikel Laterit
Berdasarkan cara terjadinya, endapan nikel dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu endapan
sulfida nikel – tembaga berasal dari mineral pentlandit, yang terbentuk akibat
injeksi magma dan konsentrasi residu (sisa) silikat nikel hasil pelapukan
batuan beku ultramafik yang sering disebut endapan nikel laterit. Menurut
Bateman (1981), endapan jenis konsentrasi sisa dapat terbentuk jika batuan
induk yang mengandung bijih mengalami proses pelapukan, maka mineral yang mudah
larut akan terusir oleh proses erosi, sedangkan mineral bijih biasanya stabil
dan mempunyai berat jenis besar akan tertinggal dan terkumpul menjadi endapan
konsentrasi sisa. Air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfer dan
terkayakan kembali oleh material – material organis di permukaan meresap ke
bawah permukaan tanah sampai pada zona pelindihan, dimana fluktuasi air tanah
berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya akan CO2 akan kontak
dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral –
mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan
Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan
mineral – mineral baru pada proses pengendapan kembali (Hasanudin dkk, 1992).
Boldt (1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya banyak mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh – tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium, besi, nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel – partikel silika yang submikroskopis. Didalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral – mineral seperti karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah kecil, jadi besi oksida mengendap dekat dengan permukaan tanah.
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika pada profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002) . Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi akan menyebabkan unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral – mineral oxida / hidroksida, seperti limonit, hematit, dan Goetit (Hasanudin, 1992).
Boldt (1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya banyak mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh – tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium, besi, nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel – partikel silika yang submikroskopis. Didalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral – mineral seperti karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah kecil, jadi besi oksida mengendap dekat dengan permukaan tanah.
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika pada profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002) . Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi akan menyebabkan unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral – mineral oxida / hidroksida, seperti limonit, hematit, dan Goetit (Hasanudin, 1992).
2.3.1.Besi dan Alumina
Laterit
Besi dan alumina
laterit tidak dapat di pisahkan dari proses pembentukan nikel laterit, salah
satu produk laterit adalah besi dan almunium. Pada profil laterit terdapat
zona-zona di antaranya zona limonit. Zona ini menjadi zona terakumulasinya
unsur-unsur yang kurang mobile, seperti Fe dan Al. Batuan dasar dari
pembentukan nikel laterit adalah batuan peridotit dan dunit, yang komposisinya
berupa mineral olivine dan piroksin. Faktor yang sangat mempengaruhi sangat
banyak salah satunya adalah pelapukan kimia. Karena adanya pelapukan kimia maka
mineral primer akan terurai dan larut. Faktor lain yang sangat mendukung adalah
air tanah, air tanah akan melindi mineral-mineral sampai pada batas antara
limonit dan saprolit, faktor lain dapat berupa PH, topografi dan lain-lain.
Endapan besi dan
alumina banyak terkonsentrasi pada zona limonit. Pada zona ini di dominasi oleh
Goethit (Fe2O3H2O), Hematite (Fe2O3) yang relatif tinggi, Gibbsite
(Al2O3.3H2O), Clinoclore (5MgO.Al2O3.3SiO2.4H2O) dan mineral-mineral hydrous
silicates lainnya(mineral lempung) Bijih besi dapat terbentuk secara primer
maupun sekunder. Proses pembentukan bijih besi primer berhubungan dengan proses
magmatisme berupa gravity settling dari besi dalam batuan dunit, kemudian
diikuti dengan proses metamorfisme/metasomatsma yang diakhiri oleh proses
hidrotermal akibat terobosan batuan beku dioritik. Jenis cebakan bijih besi primer
didominasi magnetit – hematite dan sebagian berasosiasi dengan kromit – garnet,
yang terdapat pada batuan dunit terubah dan genes-sekis.
Besi yang
terbentuk secara sekunder di sebut besi laterit berasosiasi dengan batuan
peridotit yang telah mengalami pelapukan. Proses pelapukan berjalan secara
intensif karena pengaruh faktor-faktor kemiringan lereng yang relative kecil,
air tanah dan cuaca, sehingga menghasilkan tanah laterit yang kadang-kadang
masih mengandung bongkahan bijih besi hematite/goetit berukuran kerikil – kerakal.
Besi Laterit merupakan jenis cebakan endapan residu yang dihasilkan oleh proses pelapukan yang terjadi pada batuan peridotit/piroksenit dengan melibatkan dekomposisi, pengendapan kembali dan pengumpulan secara kimiawi . Bijih besi tipe laterit umumnya terdapat didaerah puncak perbukitan yang relative landai atau mempunyai kemiringan lereng dibawah 10%, sehingga menjadi salah satu factor utama dimana proses pelapukan secara kimiawi akan berperan lebih besar daripada proses mekanik. Sementara struktur dan karakteristik tanah relative dipengaruhi oleh daya larut mineral dan kondisi aliran air tanah. Adapun profil lengkap tanah laterit tersebut dari bagian atas ke bawah adalah sebagai berikut : zone limonit, zone pelindian (leaching zone) dan zone saprolit yang terletak di atas batuan asalnya (ultrabasa).
Besi Laterit merupakan jenis cebakan endapan residu yang dihasilkan oleh proses pelapukan yang terjadi pada batuan peridotit/piroksenit dengan melibatkan dekomposisi, pengendapan kembali dan pengumpulan secara kimiawi . Bijih besi tipe laterit umumnya terdapat didaerah puncak perbukitan yang relative landai atau mempunyai kemiringan lereng dibawah 10%, sehingga menjadi salah satu factor utama dimana proses pelapukan secara kimiawi akan berperan lebih besar daripada proses mekanik. Sementara struktur dan karakteristik tanah relative dipengaruhi oleh daya larut mineral dan kondisi aliran air tanah. Adapun profil lengkap tanah laterit tersebut dari bagian atas ke bawah adalah sebagai berikut : zone limonit, zone pelindian (leaching zone) dan zone saprolit yang terletak di atas batuan asalnya (ultrabasa).
Zona pelindian
yang terdapat diantara zona limonit dan zona saprolit ini hanya terbentuk
apabila aliran air tanah berjalan lambat pada saat mencapai kondisi saturasi
yang sesuai untuk membentuk endapan bijih. Pengendapan dapat terjadi di suatu
daerah beriklim tropis dengan musim kering yang lama. Ketebalan zona ini sangat
beragam karena dikendalikan oleh fluktuasi air tanah akibat peralihan musim
kemarau dan musim penghujan, rekahan-rekahan dalam zona saprolit dan
permeabilitas dalam zona limonit.
Derajat
serpentinisasi batuan asal peridotit tampaknya mempengaruhi pembentukan zona
saprolit, ditunjukkan oleh pembentukan zona saprolit dengan inti batuan sisa
yang keras sebagai bentukan dari peridotit/piroksenit yang sedikit
terserpentinisasikan, sementara batuan dengan gejala serpentinit yang kuat
dapat menghasilkan zona saprolit .Fluktuasi air tanah yang kaya CO2 akan
mengakibatkan kontak dengan saprolit batuan asal dan melarutkan mineral mineral
yang tidak stabil seperti serpentin dan piroksin. Unsur Mg, Si, dan Ni dari
batuan akan larut dan terbawa aliran air tanah dan akan membentuk
mineral-mineral baru pada saat terjadi proses pengendapan kembali. Unsur-unsur
yang tertinggal seperti Fe, Al, Mn, CO, dan Ni dalam zona limonit akan terikat
sebagai mineral-mineral oksida/hidroksida diantaranya limonit, hematit, goetit,
manganit dan lain-lain. Akibat pengurangan yang sangat besar dari Ni-unsur Mg
dan Si tersebut, maka terjadi penyusutan zona saprolit yang masih banyak
mengandung bongkah-bongkah batuan asal. Sehingga kadar hematit unsur residu di
zona laterit bawah akan naik sampai 10 kali untuk membentuk pengayaan Fe2O3
hingga mencapai lebih dari 72% dengan spinel-krom relative naik hingga sekitar
5% .
Besi laterit
Mineral ini
terbentuk dari pelapukan mineral utama berupa olivine dan piroksin. Mineral ini
merupakan golongan mineral oksida hidroksida non silikat, mineral ini terbentuk
dari unsur besi dan oksida atau FeO( ferrous oxides) kemudian mengalami proses
oksidasi menjadi Fe2O3 lalu mengalami presipitasi atau proses hidroksil menjadi
Fe2O3H2O ( geotithe). Mineral ini tingkat mobilitas unsurnya pada kondisi asam
sangat rendah, oleh karena itu pada profil laterit banyak terkonsentrasi pada
zona limonit.
Alumina
Unsur Al hadir
dalam mineral piroksin, spinel (MgO.Al2O3), pada mineral sekunder seperti
Clinochlor (5MgO.Al2O3.3SiO2.4H2O), dan gibbsite (Al2O3.3H2O). Alumina sangat
tidak larut pada air tanah yang ber Ph antara 4-9.
2.3.2. Eksplorasi Bijih
Besi.
Penyelidikan
umum dan eksplorasi bijih besi di Indonesia sudah banyak dilakukan oleh
berbagai pihak, sehingga diperlukan penyusunan pedoman teknis eksplorasi bijih
besi. Pedoman dimaksudkan sebagai bahan acuan berbagai pihak dalam melakukan
kegiatan penyelidikan umum dan eksplorasi bijih besi primer, agar ada kesamaan
dalam melakukan kegiatan tersebut diatas sampai pelaporan.
Tata cara
eksplorasi bijih besi primer meliputi urutan kegiatan eksplorasi sebelum
pekerjaan lapangan, saat pekerjaan lapangan dan setelah pekerjaan lapangan.
Kegiatan sebelum pekerjaan lapangan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
mengenai prospek cebakan bijih besi primer, meliputi studi literatur dan
penginderaan jarak jauh. Penyediaan peralatan antara lain peta topografi, peta
geologi, alat pemboran inti, alat ukur topografi, palu dan kompas geologi,
loupe, magnetic pen, GPS, pita ukur, alat gali, magnetometer, kappameter dan
peralatan geofisika.
Kegiatan
pekerjaan lapangan yang dilakukan adalah penyelidikan geologi meliputi
pemetaan; pembuatan paritan dan sumur uji, pengukuran topografi, survei
geofisika dan pemboran inti.
Kegiatan setelah
pekerjaan lapangan yang dilakukan antara lain adalah analisis laboratorium dan
pengolahan data. Analisis laboratorium meliputi analisis kimia dan fisika.
Unsur yang dianalisis kimia antara lain : Fetotal, Fe2O3,
Fe3O4, TiO2, S, P, SiO2, MgO, CaO,
K2O, Al2O3, LOI. Analisis fisika yang
dilakukan antara lain : mineragrafi, petrografi, berat jenis (BD). Sedangkan
pengolahan data adalah interpretasi hasil dari penyelidikan lapangan dan
analisis laboratorium.
Tahapan
eksplorasi adalah urutan penyelidikan geologi yang umumnya dilakukan melalui
empat tahap sbb : Survei tinjau, prospeksi, eksplorasi umum, eksplorasi rinci.
Survei tinjau, tahap eksplorasi untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang
berpotensi bagi keterdapatan mineral pada skala regional. Prospeksi, tahap
eksplorasi dengan jalan mempersempit daerah yg mengandung endapan mineral yg
potensial. Eksplorasi umum, tahap eksplorasi yang rnerupakan deliniasi awal
dari suatu endapan yang teridentifikasi .
Eksplorasi
rinci, tahap eksplorasi untuk mendeliniasi secara rinci dalarn 3-dimensi
terhadap endapan mineral yang telah diketahui dari pencontohan singkapan,
paritan, lubang bor, shafts dan terowongan.
Penyelidikan
geologi
adalah penyelidikan yang berkaitan dengan aspek-aspek geologi diantaranya :
pemetaan geologi, parit uji, sumur uji. Pemetaan adalah pengamatan dan
pengambilan conto yang berkaitan dengan aspek geologi dilapangan. Pengamatan
yang dilakukan meliputi : jenis litologi, mineralisasi, ubahan dan struktur
pada singkapan, sedangkan pengambilan conto berupa batuan terpilih.
Penyelidikan
Geofisika
adalah penyelidikan yang berdasarkan sifat fisik batuan, untuk dapat mengetahui
struktur bawah permukaan, geometri cebakan mineral, serta sebarannya secara
horizontal maupun secara vertical yang mendukung penafsiran geologi dan
geokimia secara langsung maupun tidak langsung.
Pemboran inti
dilakukan setelah penyelidikan geologi dan penyelidikan geofisika. Penentuan
jumlah cadangan (sumberdaya) mineral yang mempunyai nilai ekonomis adalah suatu
hal pertama kali yang perlu dikaji, dihitung sesuai standar perhitungan
cadangan yang berlaku, karena akan berpengaruh terhadap optimasi rencana usaha
tambang, umur tambang dan hasil yang akan diperoleh.
Dalam hal penentuan
cadangan, langkah yang perlu diperhatikan antara lain :
- Memadai atau tidaknya
kegiatan dan hasil eksplorasi.
- Kebenaran penyebaran
dan kualitas cadangan berdasarkan korelasi seluruh data eksplorasi seperti
pemboran, analisis conto, dll.
- Kelayakan penentuan
batasan cadangan, seperti Cut of Grade, Stripping Ratio,
kedalaman maksimum penambangan, ketebalan minimum dan sebagainya bertujuan
untuk mengetahui kondisi geologi dan sebaran bijih besi bawah permukaan.
IV. KESIMPULAN
Beberapa tipe bijih seperti magnetit, ilmenit,
dan phirotit yang dibawa oleh bijih sulfida menghasilkan distorsi dalam magnet
kerak bumi, dan dapat digunakan untuk melokalisir sebaran bijih. Disamping
aplikasi landsung tersebut, metoda magnetik dapat juga digunakan untuk survei
prospeksi untuk mendeteksi formasi-formasi pembawa bijih dan gejala-gejala
geologi lainnya (seperti sesar, kontak intrusi, dll).
Penggunaan metoda magnetik didalam prospek geofisika adalah berdasarkan atas adanya anomali medan magnet bumi akibat sifat kemagnetan batuan yang berbeda satu terhadap lainnya. Alat untuk mengukur perbedaan kemagnetan tersebut adalah magnetometer.
Penggunaan metoda magnetik didalam prospek geofisika adalah berdasarkan atas adanya anomali medan magnet bumi akibat sifat kemagnetan batuan yang berbeda satu terhadap lainnya. Alat untuk mengukur perbedaan kemagnetan tersebut adalah magnetometer.
V.DAFTAR
PUSTAKA
Sumber: Prosiding Seminar Nasional Sains dan
Teknologi-II 2008
http://veyselalubersemangat.wordpress.com/2010/04/08/eksplorasi-bijih-besi-iron-ore-dengan-metoda-magnetik/
http://veyselalubersemangat.wordpress.com/2010/04/08/eksplorasi-bijih-besi-iron-ore-dengan-metoda-magnetik/
Cotton,
Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. UI-Press. Jakarta
http://www.wikipedia.com id,
Wikipedia.org/wiki/Besi (Situs Ensiklopedi Wikipedia)
Kartini,
N, dkk. 2001. Kimia Bumi Aksara. Jakarta
Keenan,
Charles. W. 1992. Kimia untuk Universitas Jilid 2. Erlangga
: Jakarta.
di Post Oleh
EDI GUNAWAN BANJARNAHOR
ISTP MEDAN"11
ada yg jual material zircon khusus yg dari Bangka...
BalasHapussy berminat membeli.
kalau ada Hub. WA sy; Ardi -
082244445711
ada yg jual material zircon khusus yg dari Bangka...
BalasHapussy berminat membeli.
kalau ada Hub. WA sy; Ardi -
082244445711